Minggu, 30 Maret 2008

Menjunjung Martabat Guru
Author: Abdul Halim Fathani. 20 November 2006 : 12:01 pm.
Sekolah-Menulis Jarak Jauh Cara menerbitkan buku >>

Kurikulum 2004 atau yang sering disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sudah selesai disempurnakan. Namun, namanya sudah diganti dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Karena KTSP disahkan 2006, maka banyak yang salah ucap dengan sebutan Kurikulum 2006. Penyebutan KTSP ini sesuai dengan Permendiknas Nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006. Dalam peraturan tersebut, tidak menyebutkan Kurikulum 2006, tetapi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jadi, yang benar adalah KTSP dengan Standar Isi 2006. Pemakaian istilah kurikulum ini perlu sekali diluruskan dan disosialisasikan kepada masyarakat awam, khususnya kepada pihak-pihak yang terkait dengan urusan pendidikan. Pihak-pihak terkait dimaksud tentunya yang berhubungan dengan tenaga pendidik dan kependidikan, praktisi dan pengamat pendidikan, konsultan, dinas pendidikan/pemerintah. Sangat memalukan jika kalangan terkait justru memakai istilah yang keliru.
Tidak sedikit di antara kita berpikiran skeptis, apatis, dan cemooh dengan adanya perubahan (nama kurikulum) tersebut. Anggapan negatif seperti itu justru tidak membuat dunia pendidikan kita menjadi lebih maju. Sebaliknya, hanya memperkeruh keinginan yang akan kita inginkan bersama. Perubahan-perubahan pada standar isi kurikulum seharusnya disikapi sebagai tanggapan positif (postive thinkhing) terhadap perubahan dan tuntutan zaman. Tentu saja hal ini sejalan dengan link and match di dunia pendidikan kita. Tuntutan pangsa pasar yang berkembang dewasa ini merupakan konsekuensi yang semestinya dijawab oleh dunia pendidikan. Perubahan ini sebagai suatu pertanda bahwa dunia pendidikan kita mencoba untuk berbuat lebih banyak dengan cara mencari sinkronisasi kecakapan hidup (life skill).
KTSP yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. Departemen Pendidikan Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, tiap sekolah telah melaksanakan KTSP. Landasan hukum KTSP adalah UU. No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, BSNP juga berpijak kepada Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Mendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Mengacu kepada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi keleluasaan merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang dapat dimunculkan oleh sekolah. Sekolah dapat mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan. Prinsip pengembangan KTSP adalah (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; (2) Beragam dan terpadu; (3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan; (5) Menyeluruh dan berkesinambungan; (6) Belajar sepanjang hayat; (7) Dan seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, KTSP sangat relevan dengan konsep desentralisasi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya. Pemerintah daerah dapat lebih leluasa berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pun, sekolah bersama komite sekolah diberi otonomi menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum dari Sabang sampai Merauke, tidak melihat pada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Sekolah di kota sama dengan sekolah di pelosok pedalaman. Sekolah di daerah perindustrian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di pusat ibu kota sama dengan di wilayah pedesaan. Dengan demikian, kurikulum tersebut menjadi kurang operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan diri dan daerahnya. Akibatnya para lulusan kalah bersaing di dunia kerja dan berimplikasi terhadap peningkatan angka pengangguran.
Terdapat dampak postitif pemberlakuan KTSP, di antaranya adalah memberikan keleluasaan kepada guru dan sekolah untuk membuat kurikulum sendiri yang disesuaikan dengan keadaan siswa, keadaan sekolah, dan keadaan lingkungan. Sekolah bersama dengan komite sekolah dapat bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sekolah dapat bermitra dengan stakeholder pendidikan, misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Selama ini, guru sudah terbiasa menjalankan program pembelajaran yang memang hanya tinggal menjabarkan ke dalam silabus atau satuan pelajaran dalam kurikulum 1994. Guru dalam kurikulum ini dituntut siap memanfaatkan keleluasaan ini dengan sebaik-baiknya. Tentu saja penyusunan kurikulum ini tidak dari nol karena Depdiknas telah menyiapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Guru atau sekolah hanya tinggal merumuskan materi pokok dan indikator dari kompetensi dasar yang telah ada. Di tingkat perguruan tinggi, membuat kurikulum sendiri sudah dilakukan sejak dari dulu. Dosen dengan leluasa dapat menentukan sendiri materi-materi yang penting dikuasai mahasiswa. Kemudian, tidak pernah terjadi penyeragaman kurikulum antara perguruan tinggi yang satu dengan perguruan tinggi yang lain, walaupun jurusan atau program studinya sama. Dengan keleluasaan membuat kurikulum ini, dinamika kampus dalam bidang akademik lebih semarak karena akan senantiasa selalu terjadi pembaruan-pembaruan dalam perjalanannya.
Kalau kita membanding-ban­dingkan guru dengan dosen, banyak sekali kelebihan yang dimiliki dosen walau kedua profesi ini pada dasarnya sama, yakni mendidik calon manusia dewasa. Pembanding­an ini bukan untuk menumbuhkan rasa iri guru kepada dosen. Kelebihan yang dimiliki dosen antara lain, jam mengajar umumnya lebih sedikit, hari kosongnya lebih banyak, selalu diberi bantuan untuk mengadakan penelitian, kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke strata yang lebih tinggi lebih terbuka, mempunyai akses lebih mudah pada teknologi dan yang terpenting kelulusan seorang mahasiswa ada di tangan dosen.
Berbeda sekali dengan guru, guru tidak memiliki kelebihan-kelebihan seperti itu. Bahkan guru tidak dapat membantu kelulusan siswanya padahal siswa yang ingin dibantunya adalah siswa yang sehari-harinya pintar dan akh­lak-moralnya baik. Ketidaklulusan siswa tersebut karena ketika ujian sakit sehingga kurang konsentrasi akhirnya mendapat nilai di bawah standar. Dan, yang lebih menyakitkan, mata pelajaran yang nilainya di bawah standar hanya satu mata pelajaran. Ini benar-benar terjadi dalam setiap ujian nasional (sejak diberlakukan standar kelulusan UN).
Melalui KTSP kiranya perbedaan guru dengan dosen mulai dikurangi sedikit demi sedikit. Satu hal yang mulai ada kesamaan adalah tentang keleluasaan dalam menyusun kurikulum. Keleluasaan dalam menyusun kurikulum, penulis istilahkan dengan otonomi. Dengan demikian, kini guru dan dosen sama-sama memiliki otonomi. Dengan adanya otonomi guru, penulis berkeyakinan kreativitas guru akan muncul karena guru akan menjadi konseptor-konseptor yang siap melahirkan berbagai pemikiran yang berkaitan dengan kurikulum dan kemajuan siswa.
Di masa mendatang, otonomi guru ini mudah-mudahan akan lebih berkembang. Di masa mendatang pula dengan otonomi guru mudah-mudahan kelulusan siswa benar-benar ditentukan oleh guru karena yang mengetahui siswa secara mendalam bukan soal ujian, tetapi guru siswa tersebut. (*)Abd. Halim FathaniPengamat Politik Pendidikan dan Sekretaris Eksekutif Lingkar Cendekia Kemasyarakatan (LACAK) Malang
This entry is filed under Esai dan Opini, Pendidikan, Ragam, Tematik. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Prev/Next Posts
« Mengkaji Rasionalitas Al-Manar Home 20 Langkah Salah dalam Mendidik Anak »
One Response to “Menjunjung Martabat Guru”
1
Asshibbamal says:
November 23rd, 2006 at 08:02 am
Memang benar, bahwa Kurikulum dengan Standar isi 2006 telah memacu kompetensi pserta didik, meski masih butuh pembuktian. Tapi berkaca dari KBK, karena yang terbaru ini adalah pengmbangan dari sana, kompetensi peserta didik kan digeber lebih pol. Sayangny, tetap saja terdapat kekurangan di beberapa segi.
Pertama, tidak relevan jika proses mengajar yang ideal harus melulu yang selama ini dimiliki oleh dosen. Masalahnya, dosen telah berhadapan pada orang yang sejatinya telah menyiapkan dengan seluruh tenaga untuk memasuki dunia kerja. sementara guru tidaklah demikian. Tak jarang, guru terus memberi putusan untuk membantu menyelesaikan problem dalam siswa. Dikhawatirkan, karena masih anak atau remaja, mereka salah memilih dan malah terjerumus. Jadi, esensinya berbeda. Lantas, berimplikasi pada pemakaian kurikulum yang mestinya masih pada “pemberian petunjuk” yang mana yang benar dan mana yang salah. Termasuk balam substansi kurikulum.
Kedua, masih berkaca dari pengalaman KBK, rupanya bahan yang diajarkan cukup lepas dari substansi yang diinginkan untuk memasuki perguruan tinggi. Tentu ini akan menjadi penghambat bagi produktivitas sumber daya manusia yang matang melalui pendidikan akademis perguruan tinggi.
Walaupun begitu, kedua gejala kelemahan kurikulum terbaru ini masih berupa tanda-tanda. Artinya, bagi pihak yang terkait dapat mengantisipasi lebih dini. Semoga bermanfaat.
Mahasiswa Fisipol UGM
Bapak dan ibuk netters yth,
Di Jakarta belum tersosialisaikannya Permendiknas No. 23/2006, bagaimana di Sumatera Barat yang jauh dari pusat ??, padahal Permendiknas ini mulai diberlakukan th. pelajaran 2006/2007 ini.

Saya kira saatnyalah jajaran Dinas Pendidikan Provinsi mengadakan sosialisasi kelapangan dengan memberdayakan pengawas sekolah atau dengan cara mensosialisaikan di millist bapak dan ibuk pengawas ( http://groups.yahoo.com/group/apsi_sumbar ) tentunya bapak dan ibuk guru disekolah harus mempergunakan internet di sekolah-sekolah dan bergabung di millist APSI Sumbar tsb. karena sudah banyaknya guru-guru yang telah dilatih serta ditatar untuk mempergunakan internet dengan biaya yang tidak sedikit dan saatnyalah ilmu ini dipakai dan di praktekkan. Begitu juga bapak dan ibuk pengawas serta para pejabat di kantor Dinas Pendidikan harus siap menjadi nara sumber, kalau memang kantor ini ingin "menjadi kantor teladan, teladan dalam pelayanan" seperti yang diungkapkan oleh Kepala dinas dalam acara pelantikan para pejabat esselon III, dan saatnyalah bapak pejabat esselon itu mempunyai e-mail dan juga harus bergabung di millist APSI Sumbar sebagai nara sumber di media internet ini, karena media dapat melayani serta memberikan informasi kedinasan dengan tanpa mengenal jarak dan waktu.

Permendiknas Standar Isi dan Kompetensi Minim Sosialisasi


Jum'at, 28 Juli 2006
Jakarta (Suara Pembaruan: 27/07/06) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) diminta untuk menyosialisasikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22/2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas Nomor 23/2006 tentang Standar Kompetensi. Sampai saat ini, belum semua sekolah di Jakarta mengetahui adanya Permendiknas tersebut. Pengajar SMA 19 Jakarta Barat, Laili Hadiati, ketika dihubungi Pembaruan, Rabu (26/7), mengatakan sampai saat ini sekolahnya belum menerima Permendiknas yang akan mengubah kurikulum di kelas. "Belum ada informasi yang kami terima tentang peraturan baru. Saya tanya ke bagian kurikulum di sekolah, katanya belum ada. Tetapi setelah bertanya-tanya, katanya tidak banyak berbeda dengan kurikulum 2004," katanya.
Laili mengatakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) belum membahas Permendiknas tersebut lantaran informasi yang diterima belum lengkap. Tetapi, bila informasi itu menyatakan tidak ada perubahan signifikan kurikulum, seperti termaktub dalam Permendiknas, otomatis tidak akan ada perubahan di kelas, seperti yang diinginkan pemerintah. Inkonsistensi Secara terpisah, pengamat pendidikan Darmaningtyas menyatakan lahirnya kedua Permendiknas itu merupakan sikap inkonsistensi pemerintah. "Lahirnya Permendiknas tersebut merupakan cerminan inkonsistensi dan kebingungan pengambil kebijakan. Otonomi pembuatan kurikulum diberikan kepada satuan pendidikan, namun otonomi evalusi tidak diberikan karena pemerintah tetap menyelenggarakan ujian nasional (UN)," katanya ketika dihubungi Pembaruan, Kamis (27/7).
Dikemukakan, Permendiknas yang baru lahir itu akan menimbulkan kurikulum yang variatif. Namun, pemerintah juga mengharapkan munculnya standar hasil akhir yang sama. Darmaningtyas menambahkan, otonomi kurikulum yang termaktub dalam Permendiknas tersebut menelurkan konsekuensi penggunaan beragam buku pelajaran. "Tidak ada lagi yang disebut buku paket. Yang akan terjadi, sekolah akan memakai kurikulum yang disusun BSNP. Oleh karena itu, dalam sektor pendidikan tetap terjadi sentralisasi kurikulum," tegasnya.
Memasung Kreativitas Pandangan senada disampaikan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Susi Fitri. Dia mengatakan Permendiknas justru memasung kreativitas guru. "Standar isi dan Kompetensi yang termaktub dalam Permendiknas tersebut akan bertentangan dengan keinginan pendidikan kita untuk lebih kreatif. Mengapa? Karena Permendiknas sangat mengikat dengan standar yang sangat detail. Apalagi dengan adanya UN yang justru bertentangan dengan napas KBK," katanya. Kalau memang Permendiknas itu dianggap akan membuat kurikulum variatif, akan sangat bijaksana jika UN ditiadakan.
[ Sumber : http://www.sampoernafoundation.org/content/view/430/48/lang,id/ ]

Guru Dikhawatirkan Sulit Kembangkan Kurikulum Sendiri


Selasa, 01 Agustus 2006
Jakarta (Kompas: 01/08/06) Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006 diharapkan dapat memenuhi standardisasi evaluasi belajar siswa. Namun, dikhawatirkan pihak sekolah belum sepenuhnya dapat melaksanakannya dalam proses belajar-mengajar karena ketidaksiapan guru dan keterbatasan dana operasional sekolah. "Dalam kurikulum ini guru sebenarnya diberi kebebasan penuh dalam menjabarkan kurikulum, dan murid ditetapkan sebagai subyek," kata pengamat pendidikan Ahmad Rizali dalam acara Media Forum bertema "Kurikulum Tahun Ajaran Baru 2006/2007: Bisakah Menjawab Standardisasi Evaluasi Belajar Siswa", Senin (31/7), di Jakarta.
Sayangnya, meski secara filosofis pendidikan sudah sangat didesentralisasi, tetapi muaranya tetap pada ujian nasional (UN). UN SMP dan SMA tetap dijalankan sebagai kunci kelulusan. "Ini membingungkan guru dalam menjalankan kurikulum tersebut, karena ukuran sukses tetap saja lulus UN. Ini yang kemudian membuat para guru hanya memfokuskan bagaimana peserta didiknya lulus UN," kata Rizali.
Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Soehendro menyatakan, kurikulum tingkat satuan pendidikan disusun oleh sekolah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP). "Jadi, tetap ada standar nasional pendidikan mengenai kompetensi lulusan, isi, proses belajar-mengajar, penilaian, sarana dan prasarana, pembiayaan, serta tenaga kependidikan," katanya.
Berkaitan dengan penerapan kurikulum tahun ini, lanjut Bambang, pihaknya telah membuat contoh silabus mata pelajaran untuk pendidikan dasar dan menengah, dan diperkirakan selesai dalam dua pekan ini. "Kurikulum ini diharapkan bisa diterapkan di semua sekolah pada tahun 2009. Dengan adanya contoh ini, guru diharapkan bisa lebih mudah melaksanakannya," tuturnya.
[ Sumber : http://www.sampoernafoundation.org/content/view/433/48/lang,id/ ]

Sudahkah bapak dan ibuk mendapatkan dokumen "kurikulum 2006" yang akan dimulai diterapkan pada tahun pelajaran 2006/2007 ini ?

Jika belum silahkan dikuras (download) di situs web Jaringan Inovasi Pendidikan (JIP) Disdik Jateng berikut :

http://jip.pdkjateng.go.id/Data/permen/permen2206.zip http://jip.pdkjateng.go.id/Data/permen/permen2306.ziphttp://jip.pdkjateng.go.id/Data/permen/permen2406.zip

SMA 2 KENDAL BLOG
Aseli Sekolah Paling Gokil SeKendal
about smanda
Komentar
Profil Smanda
Smanda_Facility
Smanda_komunitas
Online Games
Friendster Group

ShoutBox
Enable Javascript to get full functionality of this shoutbox
MEWUJUDKAN SEKOLAH EFEKTIF MELALUI PEMANFAATAN TIK
Ditulis oleh teguhsetya di/pada Oktober 10, 2007
Reformasi di bidang pendidikan yang ditandai dengan terjadinya pergeseran paradigma pengelolaan dan pembinaan pendidikan dari centralised system menuju decentraliced system bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pada tingkat satuan pendidikan, otonomi pengelolaan pendidikan dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah (School-Based Management) memungkinkan satuan pendidikan bersama dengan orang tua, masyarakat dan Komite Sekolah merencanakan, menyelenggarakan, mengevaluasi dan mengembangkan pendidikan dalam kerangka sistem dan kebijakan pendidikan nasional menuju sekolah yang efektif (Hartoyo, 2006: 1).
Reformasi pendidikan di SMA N 2 Kendal ditandai dengan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu/ kualiatas lulusan baik di bidang akademik maupun nonakademik. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan prestasi yang diperoleh siswa SMA N 2 Kendal dari tahun ke tahun.
Adapun upaya nyata yang telah dilakukan oleh SMA N 2 Kendal untuk Reformasi Pendidikan di bidang akademik misalnya, dengan penerapan KTSP sebagai pedoman dan acuan pembelajaran di sekolah. KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum opersaional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan / sekolah (Muslich, 2007: 10). Jadi KTSP disusun oleh sekolah disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah yang ada.
KTSP disusun berlandaskan pada Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006 dan berpedoman pada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Dengan disusunnya KTSP, diharapkan dapat mewujudkan VISI dan MISI SMA N 2 Kendal sehingga SMA N 2 Kendal menjadi Sekolah Efektif. Adapun VISI da MISI SMA N 2 Kendal sebagai berikut:
- VISI : MENGEMBANGKAN JATI DIRI MERAIH PRESTASI TERTINGGI
- MISI :
1. Meningkatkan rata-rata NEM output, rata-rata 0,2 per tahun
2. Menyiapkan siswa untuk dapat melanjutkan ke perguruan tinggi negeri terkenal
3. Menjuarai berbagai lomba olah raga dan seni baik tingkat kabupaten, propinsi mau pun tingkat nasional
4. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Terpenuhinya sarana prasarana yang lengkap
6. Menuju sekolah Type C yang mantap
Di bidang nonakademik, SMA N 2 Kendal telah berupaya dengan berbagai cara misalnya dengan memberi pelayanan kepada siswa untuk menggali dan mengembangkan bakat serta hobi melalui kegiatan ekstrakurikuler. Ada kurang lebih 17 macam kegiatan ekstra kurikuler di SMA N 2 Kendal meliputi:
Bola Voly
Sepak Bola
Taek Kwon Do
Bola Basket
Seni Tari
KIR
Teater
Band/Musik
Pramuka
PMR
Pecinta Alam
Akutansi
ECC
Matematika
Kimia
Fisika
Biologi
Komputer
PASKIBRA
Dengan disediakannya layanan ekstrakurikuler diharapkan siswa dapat memanfaatkan peluang untuk berprestasi di bidang nonakademik melalui berbagai lomba baik di tingkat kabupaten, propinsi maupun nasional.
Untuk mewujudkan Sekolah Efektif, penulis memandang masih perlu adanya upaya sekolah dalam memberikan layanan bagi seluruh warga sekolah (terutama pelayanan bagi siswa sebagai subjek belajar). Layanan tersebut adalah pemanfaatan Teknologi Informasi di sekolah. Hal ini sangat penting untuk membangun sekolah masa depan yang mampu bersaing di era globalisasi dan era teknologi informasi. Dalam makalah ini akan dipaparkan bagaimana langkah SMA N 2 Kendal dalam mewujudkan Sekolah Epektif dengan memanfaatkan Teknologi Informasi di sekolah.

from: sma2kendal.wordpress.com